Selasa, 03 Agustus 2010
BI: Redenominasi Mata Uang Bukan Sanering
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menjelaskan bahwa redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah, tetapi bukan sanering.
"Redenominasi ini terminologi yang tidak terlalu mudah buat lidah kita, tetapi pengertiannya bukan sanering atau pemotongan nilai uang," ujar Darmin di Jakarta, Selasa, 3 Agustus 2010.
Jika diartikan secara sederhana, kata dia, redenominasi berarti penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Maksudnya, pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya, Rp1000 menjadi Rp1, sedangkan Rp1 juta menjadi Rp1000.
Darmin memberikan contoh dengan mata uang lama, membeli barang dengan harga Rp300 ribu sama dengan Rp300 dengan mata uang baru. Jumlah barang yang diperoleh juga sama. Begitupun dengan gaji Rp5 juta dengan uang lama sama dengan Rp5000 dalam uang baru.
BI mengingatkan nilai pecahan mata uang Indonesia sebesar Rp100 ribu merupakan angka terbesar kedua di dunia. Pecahan mata uang Indonesia itu hanya kalah dari dong Vietnam yang memiliki pecahan 500 ribu. Namun, jika Zimbabwe dimasukkan, maka pecahan Indonesia berada di urutan ketiga terbesar di dunia.
BI menganggap uang pecahan yang cukup besar memang kurang efisien. Masalahnya, uang besar justru membuat proses pembayaran dan transaksi tunai menjadi lebih susah.
Jadi, BI menekankan redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan uang. BI menekankan sanering selalu dilakukan oleh suatu negara dalam kondisi ekonomi tidak stabil. Itu bisa dalam situasi inflasi tinggi sehingga nilai mata uangnya dan daya beli merosot dengan cepat. Karenanya, perlu dilakukan pemotongan nilai uang atau senering.
"Nah ini sama sekali bertolak berlakang, redenominasi dilakukan dalam kondisi perekonomian sedang stabil, artinya perekonomian tumbuh dan inflasi terkendali," kata dia.
Lantas, mengapa BI merasa perlu membicarakan soal redenominasi?
Dia menjawab, ini proses yang akan membutuhkan waktu sangat panjang. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi sedang baik, inflasi juga terkendali, meski ada kenaikan harga cabe rawit. Bahkan, dalam beberapa tahun ke depan, inflasi mengarah pada 5% atau kurang.
"Karena itu, saatnya kita mulai mengajak masyarakat untuk mengerti apa yang akan dilaksanakan, lewat sosialisasi dan sebagainya," kata dia.
Apalagi, untuk mewujudkannya membutuhkan waktu hingga 10 tahun dari sekarang. Sekarang ini, kami berada pada tahap finalisasi riset dan studi yang insyah Allah final akhir tahun ini. Sudah dua tahun kami lakukan studi soal ini.
Label:
All About Lintas Berita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar